Kabupaten Nagan Raya adalah
sebuah kabupaten di
Provinsi Aceh, Indonesia.
Ibu kotanya Suka Makmue,
yang berjarak sekitar 287 km atau 6 jam perjalanan dari Banda Aceh.
Kabupaten ini berdiri berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2002, tanggal 2 Juli 2002
sebagai hasil pemekaran Kabupaten Aceh Barat.
Kata Nagan memiliki kemiripan dengan nama 5
kecamatan yang ada di kabupaten tersebut, namun secara arti bahasa sampai
sejauh ini sama sekali tidak ada dalam kosakata Aceh Pun, belum terketemukan
landasan historis, maupun hasil penelitian yang jelas terkait dari mana
penyebutan nama tersebut muncul. Sedangkan Raya berarti besar, menunjuk semua
kecamatan yang ada di Nagan, kendati di dalam nama kecamatan tersebut tidak
tercantum kata "Nagan", misalnya: Beutoeng, salah satu kecamatan.
Kabupaten Nagan Raya memiliki luas 3.363,72 km2. (Sumber : Wikipedia)
Rameune Nagan yang
sudah lahir Ratusan tahun lalu masa Keurajeun
Nagan (Penggarap Pertama Nagan), menurut cerita Rakyat turun temurun di
masyarakat, dalam istilah lisan di Nagan, Rameune tidak berpaku pada tindakan
dan sebuah aspek Pemikiran dalam megapai suatu hal yang selama ini beredar di
kalangan masyarakat luas, contohnya : Rameune
Meukawen yang lebih mengarah pada
adat dalam perkawinan, Istilahnya
Rameune di Kabupaten Nagan Raya dapat juga di Sebut Adat dalam kehidupan
masyarakat yang telah di warisi turun temurun dari Endatu – endatu Nagan (Nenek
Moyang Nagan).
Remeune Meukawen (Adat
Perkawinan) tidak menjadi sebuah Rahasia lagi di Nagan Raya, sebuah adat yang
tidak pernah di jumpai dari kebudayaan daerah lain. Mencari Dara Baro
(Pengantin Wanita) dari keturunan Nagan Raya membuat para kaum adam harus berfikir
dua kali untuk meminang, yang saat ini masih berpegang teguh pada pepatah “gadoh aneuk meupat jeurat, gadoh adat hana
pat mita” (Hilang anak Masih ada makam, hilang adat tidak tahu di cari
kemana) , Proses meminang kaum hawa
dari Nagan Raya tidak hanya Mahar,menikah dan resepsi melainkan memiliki proses
tahapan adat yang identik terikat serta berkelanjutan. Saat melamar dalam
tradisi Nagan keluarga dari mempelai pria harus menyiapkan mahar yang di isi
dalam Bate’e meuh (Tempat Sirih
bewarna emas) dan di bungkus dengan kain tujuh lembar yang memiliki warna
berbeda, selanjutnya di serahkan pada keluarga mempelai wanita. Keluarga
mempelai wanita beserta wali ngen Ka’roen
( Pihak ayah dan pihak Ibu) melihat isi bungkusan lalu bermusyawarah untuk
memutuskan berapa mahar yang harus di sanggupi oleh pihak keluarga pria, jika
keluarga pihak pria menyanggupi berapa permintaan mahar oleh pihak keluarga
wanita, kedua keluarga telah sepakat menentukan tanggal akat nikah serta membuat perjanjian selama bertunangan “meubalek agam jeulameh angoh jikala
meubalek inoeng lipat dua” (jika pria tidak jadi emas yang di berikan akan
hangus dan jadi milik wanita atau jika pihak wanita tidak jadi emas di
kembalikan dua kali lipat). Proses pelaksanaan adat perkawinan Nagan raya
setelah akat nikah, satu hari sebelum hari resepsi keluarga kedua belah pihak (dikediaman
masiang – masing) melaksanakan tren
mano/manoe pucok (memandikan pengantin) yang dilaksanakan di atas pentas
dihiasi dengan syair – syair lantunan khas aceh. Pada hari keluarga mempelai
wanita meresmikan puteri mereka dari pihak mempelai pria melangsungkan proses “Intat Linto” (antar mempelai pria
kerumah memepelai wanita) untuk mengantar linto pihak memepelai pria diberikan
syarat membawa Peuneuwo (Bingkasan
dan barang – barang keperluan mempelai wanita yang di bungkus berbentuk parsel),Tebu,Bibit
Pohon kelapa,Pisang,Kelapa Muda dan Buah – buahan lainya, saat rombangan linto
memasuki kawasan rumah dara baro (mempelai
wanita) rombangan linto di sambut dengan Silek Geulumbang (Silat khusus untuk
menyambut tamu kehormatan) kemudian di berikan tempat duduk bagaikan kursi
singgah sana Raja yang di sambut oleh tarian Ranup lampuan, setelah proses
penyambutan, kedua belah pihak saling Seumapa
(Berbalas pantun). Seumapa adalah acara yang sangat di gemari masyarakat
Nagan yang memiliki ciri khas tersendiri, salain beradu kehebatan dalam
melempar pantun, terdapat kaidah dalam syair – syair tersebut.Sebelum memasuki
rumah dara baro, linto di jemput oleh ketua pemuda sebagai layangan penerimaan menjadi
penduduk setempat , di depan pintu masuk ke dalam rumah kedua kaki di cuci
dengan air kembang serta di persilahkan menginjak telur dengan syarat tidak
boleh pecah dan di masukan dalam saku baju. Malam pertama di rumah Daro Baro
saat makan malam Linto di Jamu ala Raja oleh keluarga dara baro dengan tradisi Peuraket (Makanan dan minuman yang di
berikan satu meja hidangan untuk satu orang). Proses Antar linto daerah Nagan
terdapat beberapa tata cara yang sama di daerah lain. Intat Dara Baro adalah proses yang hampir sama dengan Intat Linto yang mebedakan adalah Proses
Intat dara baro di lakukan dari Rumah mempelai Wanita kerumah mempelai Pria.
Parsel yang berisi Peuneuwo di
kembalikan kerumah linto serta di isi dengan Kue khas aceh seperti Karah,Bungong
kaye,Kue Supet,Bho’i dll.
Kabupaten Nagan Raya
dalam hal ini memang memiliki keunikan tata cara tersendiri dalam adat
perkawinan dan dalam hal ini dapat menjadi sebuah kesimpulan bahwa Rameune
Nagan memiliki sisi Positif serta berlawanan dari anggapan masyarakat luar
Nagan selama ini yang mevonis tentang Negatifnya Rameune Nagan.
Penulis
Dian
Afrizal
Tenaga Adm SD Negeri
Uteun Pulo/PJ.Ketua ATASI Nagan Raya